7 Ciri Orang yang Besar di Keluarga dengan Ortu Kurang Matang Emosional

AA1F8ehL


karebata.com

– Tidak semua orangtua siap secara psikologis saat mendidik anak. Beberapa masih berjuang melawan trauma dari pengalaman masa lalu, sementara lainnya belum dapat mengenali dan memenuhi kebutuhan emosi sang anak sepenuhnya.

Apabila Anda dibesarkan oleh orangtua yang belum mencapai kematangan emosi, bisa jadi Anda akan menerima “warisan” tertentu saat memasuki masa dewasa.

Sayangnya, ciri-ciri tersebut malah kerap membuat Anda kesulitan untuk merasa tenang,percaya diri,atau bahagia sepenuhnya.Dilansir dariDMNews,berikut adalah tujuh karakteristikyang biasanya dimilikioleh orang yang tumbuhup dalam kondisi semacamitu.

1. Kesulitan Mengelola Emosi

Salah satu efek yang terlihat adalah Anda menjadi kurang dapat menyeimbangkan emosi. Kemarahan, kesedihan, atau rasa cemas mungkin timbul secara berlebihan dan sesekali tidak sebanding dengan kondisi aktualnya. Ini wajar saja, karena di masa kecil Anda belum tentu diberi pengajaran tentang bagaimana mengatasi perasaan tersebut.

Orangtua yang masih kurang matang secara emosional biasanya melupakan atau justru mengeraskan ekspresi perasaanmu, sehingga kamu berkembang tanpa memiliki keterampilan yang cukup dalam mengidentifikasi, memahami, serta merawat emosi dengan cara sehat.

2. Selalu Mencari Validasi

Mungkin Anda sudah terbiasa mencari penghargaan dari pihak lain, termasuk untuk perkara kecil. Ada rasa senang yang luar biasa ketika dihargai, sementara itu dapat membuat sangat cemas jika tak ada respon dari lingkungan sekitar.

Ini biasanya berakar dari kurangnya dukungan emosional atau pujian di masa kecil. Karena dulu pujian terasa langka, sekarang kamu merasa perlu terus menerus “membuktikan diri” agar dianggap berharga.

3. Tak Mengetahui Cara Mengatakan ‘Tidak’

Mengucapkan kata “tidak” bisa sangat sulit. Anda cemas akan menyakitkan perasaan orang lain, dicap sebagai diri sendiri yang hanya memikirkan kepentingannya saja, atau bahkan khawatir bakal ditinggal begitu saja.

Mungkin hal itu terjadi karena kamu berkembang dalam lingkungan yang otoriter, tempat di mana kata-kata orang tu selalu harus dipatuhi sebagai perintah.

Kamu tidak pernah belajar tentang memiliki privasi sendiri. Kini, kamu berkembang menjadi seseorang yang selalu mengucapkan “iya”, walaupun sebenarnya hatimu ingin menolak.

4. Menghindari Konflik

Banyak di antara mereka yang tumbuh besar dengan orangtua kurang matang secara emosi, pada akhirnya menjadi individu yang lebih memilih untuk bungkam dan menyerah agar terhindar dari perselisihan.

Anda mungkin pernah menganggap perselisihan sebagai hal yang menakutkan dan bahkan beresiko. Ketika masih anak-anak, Anda memberikan pendapat atau bertentangan malah membuat situasi menjadi lebih rumit.

Kini, Anda memutuskan untuk menyembunyikan emosi demi meraih kedamaian sesaat meskipun rasa tertekan masih mengisi hati.

5. Kecenderungan Keragu-raguan Terhadap Keputusan Pribadi

Saat masih muda tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk membuat pilihan sendiri, nantinya di usia dewasa Anda akan menjadi sangat bertubi-tubi dalam pengambilan keputusan. Terlebih lagi untuk perkara yang sebenarnya ringkas pun dapat menimbulkan rasa cemas pada diri Anda, ketidakpastian tentang arah yang benar serta berakhir dengan permintaan nasihat kepada beberapa individu lainnya.

Ragu-ragu ini bukannya disebabkan oleh kekurangan kemampuanmu, tetapi karena tidak adanya pengalaman yang membuatmu yakin akan instingtivumu sendiri. Sehingga hal itu sering kali menyebabkan rasa rendah diri ketika menghadapi kehidupan.

6. Terus Menyelaraskan Diri dalam Persahabatan

Dalam hal asmara, Anda umumnya berupaya keras untuk mempertahankan harmoni dan kenyamanan dalam hubungan tersebut, bahkan jika ini berarti perlu mengesampingkan keperluan diri sendiri.

Kamu biasanya lebih sering memberi, memberi, dan memberi… sedangkan menerima kadang membuatmu merasa tidak layak. Siklus ini terbentuk lantaran sejak masih kecil, kamu telah belajar untuk menyesuaikan diri dengan orangtua yang emosi mereka selalu berfluktuasi, serta merasa harus mengurus perasaan orang di sekitarmu.

7. Mengalami Krisis Identitas

Salah satu efek terbesar adalah hilangnya orientasi atau perasaan bingung tentang siapakah dirimu sesungguhnya. Bisa jadi, kamu kerapkali merasakan hal ini sebagai upaya untuk “beradaptasi” demi diterima, sementara menyepelekan apa yang benar-benar ingin kamu capai.

Hal ini dikarenakan sejak usia dini, kamu sudah biasa mematuhi peraturan dan ekspektasi yang ditetapkan oleh orang lain daripada menjelajahi hasrat serta prinsipmu sendiri. Seiring berjalannya waktu hingga dewasa, hal tersebut dapat membuatmu sering kali merasa kesepian, pusing, dan susah untuk betul-betul mencapai rasa senang atau puas dalam hidup.

Tumbuh bersama orang tua yang belum matang secara emosional memang meninggalkan bekas yang dalam. Bukan berarti kamu rusak atau gagal, tapi kamu membawa pola yang seharusnya bisa dikenali.

Memahami pola ini tidak bertujuan untuk mengutuk masa lalu, tetapi untuk mengenali diri kita secara lebih terbuka dan berempati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *